Pengikut

Sabtu, 21 Maret 2009

MEMANFAATKAN TELEVISI DAN KORAN SEBAGAI PENUNJANG PEMBELAJARAN


Demokrasi dalam ruang kelas

Oleh : Marlianti, S.Pd

tentang penulis
Marlianti, S.Pd. Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan IPS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Tanjungpura Pontianak tahun 2005 ini dilahirkan di Pemangkat, 12 Juni 1982. Mengawali karir sebagai guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Selakau pada tahun 2005 hingga sekarang. Sejak tahun 2006, guru honorer ini juga mengajar mata pelajaran Ekonomi di sekolah yang sama. Sedangkan di SMP Negeri 1 Selakau mengajar mata pelajaran Sejarah, dan di SMP Terbuka Selakau mengajar Bahasa Indonesia.


Pengantar
Tidak dapat dipungkiri dengan semakin berkembangnya budaya membaca dan menulis, keberadaan media massa mampu memberikan kontribusi yang cukup penting dalam perannya sebagai penunjang proses pembelajaran di sekolah. Televisi dan koran/majalah, dua media yang sering digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, terbukti sangat efektif untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif sumber belajar karena suguhan informasi/beritanya yang beragam dan aktual. Kedua media inipun ternyata mampu mendorong timbulnya inspirasi bagi guru dan siswa dalam mengembangkan materi ajar, serta sebagai bahan referensi dalam menyusun sebuah argumentasi (untuk tulisan ilmiah maupun diskusi).
Sekolah kami berlangganan surat kabar harian lokal secara berkala, sehingga informasi tentang perkembangan terbaru dapat diakses oleh siswa. Koleksi perpustakaan yang antara lain berupa majalah-majalah, sebagian besar adalah sumbangan dari siswa-siswa yang duduk di kelas akhir sebelum mereka lulus dari sekolah ini. Akses terhadap pesawat televisi dan program siarannya, bukan merupakan hambatan bagi siswa di sekolah kami. Selain tingkat kepemilikan pesawat televisi yang tinggi di kalangan keluarga siswa, siaran dari beberapa stasiun televisi nasional juga bisa tertangkap dengan baik, tanpa bantuan antena parabola dan receiver khusus.
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, terdapat cukup banyak kompetensi dasar yang memerlukan dukungan media koran/majalah dan televisi sebagai sumber belajar. Artikel-artikel (tajuk rencana/editorial, puisi, resensi buku, hasil wawancara dan penelitian, dan lain-lain) yang tersedia di koran/majalah serta program-program televisi (sinetron/drama, wawancara, feature, dialog/diskusi, berita, dan lain-lain) berpengaruh positif, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap kemampuan mendengar, membaca dan berbicara siswa.

Memanfaatkan Media Televisi Untuk Mencari Bahan Diskusi
Pemanfaatan televisi sebagai media penunjang pembelajaran antara lain dilakukan untuk memenuhi tuntutan Standar Kompetensi “mendengarkan dan berbicara” di kelas XI. Kompetensi Dasarnya adalah “merangkum isi wawancara di televisi (mendengarkan) dan menjelaskan hasil wawancara tentang tanggapan narasumber terhadap topik tertentu (berbicara).”
Waktu yang digunakan untuk menuntaskan materi ini adalah selama 6 jam pelajaran (3 kali pertemuan/tatap muka).
Materi yang berkaitan dengan wawancara sebenarnya sudah diajarkan kepada siswa di kelas X. Pada saat di kelas X, siswa pernah ditugaskan untuk mewawancarai narasumber secara langsung. Dari pengalaman belajar di kelas X tersebut, siswa telah mempunyai bekal pengetahuan yang cukup baik, misalnya berkaitan dengan metode 5W 1H, yang terdiri dari what, who, when, where, why dan how. Mereka juga sudah mempunyai keterampilan dalam membuat dokumentasi hasil rekaman, baik dengan menggunakan alat perekam (tape recorder) maupun tulisan, sehingga sebagai guru saya tidak perlu menyediakan waktu yang panjang untuk membahas beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan dalam sebuah wawancara. Berkaitan dengan kemampuan siswa untuk menyampaikan sebuah informasi, hal ini pun sudah didapat siswa di pertemuan-pertemuan sebelumnya. Misalnya pada saat membahas materi tentang diskusi dan mendengarkan siaran berita.
Dalam pertemuan sebelum proses pelaporan hasil, siswa telah ditugaskan untuk mencari sumber belajar, berupa program wawancara di televisi. Sebagai guru saya membebaskan siswa untuk memilih tema wawancara dari stasiun televisi yang disenanginya. Setelah menyaksikan tayangan acara wawancara yang disiarkan di televisi, saya meminta mereka untuk mencatat pokok-pokok pembicaraan yang ditemukan dalam wawancara tersebut, beserta nama stasiun televisi, jam siar, nama programnya, nama narasumber dan pewawancara. Pokok-pokok pembicaraan ini akan memudahkan siswa untuk menulis dan mengembangkan tulisannya. Hasil tulisan itu harus dibawa pada pertemuan berikutnya. Kebetulan antara satu pertemuan ke pertemuan berikut berkisar antara 3 – 4 hari. Sementara, tayangan program wawancara hampir setiap hari dapat ditemukan di stasiun televisi manapun, sehingga dalam perhitungan saya, siswa tidak akan menemui kesulitan.
Pokok-pokok pikiran yang telah dicatat oleh setiap siswa akan dikembangkan dalam bentuk paragraf yang dibahas dalam waktu 2 jam pelajaran (1 kali tatap muka). Di bawah ini saya mencoba mengutip salah satu hasil kerja siswa bernama Mayadi.



Pokok-pokok pembicaraan :
- Kebakaran hutan yang terjadi sangat mengkhawatirkan
- Masyarakat Kota Pontianak merasa susah untuk mengadakan kegiatan
- Tanggal 29 Agustus kebakaran hutan semakin menjadi-jadi
- Semakin banyak areal hutan yang terbakar
- Kebakaran hutan disebabkan oleh kurangnya perhatian dan ketegasan pemerintah terhadap warga masyarakat yang melakukan pembakaran hutan
- Dengan kejadian ini pemerintah diharapkan dapat menegakkan kembali ketegasan hukum tentang hutan.


Disayangkan bahwa siswa ini tidak mencantumkan secara lengkap informasi pendukung, seperti nama stasiun televisi, jam siar dan nama programnya.
Dari hasil pengamatan yang saya lakukan, ternyata pada umumnya siswa memilih salah satu stasiun televisi yang banyak menayangkan program-program berita dan daya pancar stasiun televisi itu yang cukup baik di wilayah Kecamatan Selakau, sehingga siaran-siarannya dapat tertangkap dengan jelas.
Di tahap selanjutnya, siswa diminta untuk mengembangkan pokok-pokok pikiran tersebut ke dalam dua (2) paragraf. Hasil tulisan Mayadi kembali saya tampilkan di sini.





KEBAKARAN HUTAN

Kebakaran hutan yang terjadi sangat mengkhawatirkan. Hutan-hutan kering pada musim kemarau sangat mudah terbakar bila ada satu titik api. Masyarakat Kota Pontianak merasa susah untuk mengadakan kegiatan. Kebakaran dapat mengakibatkan kabut asap yang sangat berbahaya bagi manusia. Tanggal 29 Agustus kebakaran hutan sangat menjadi-jadi. Di dekat wilayah Kota Pontianak banyak hutan dan semak belukar yang terbakar.
Kebakaran hutan ini disebabkan oleh kurangnya perhatian dan ketegasan pemerintah terhadap warga masyarakat yang melakukan pembakaran hutan. Jika hal ini tidak ditangani secara ketat, maka areal yang terbakar semakin luas. Dengan kejadian ini pemerintah diharapkan dapat menegakkan kembali ketegasan hukum tentang hutan. Seandainya hal ini dapat dilakukan maka negara kita, khususnya warga negaranya akan mempunyai kesadaran yang tinggi dan takut untuk melakukan pembakaran hutan.


Dalam pertemuan berikut yang berlangsung selama 2 jam pelajaran, kegiatan intinya adalah pembacaan hasil tulisan siswa berkaitan dengan wawancara yang ditonton di televisi dan dilanjutkan dengan proses diskusi. Seorang siswa diminta membacakan hasil tulisannya secara bergiliran. Setelah selesai membacakan tulisannya, si pembaca dipersilakan duduk kembali. Siswa-siswa lain diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, memberikan pendapat, atau memberikan saran. Dalam proses ini saya berperan sebagai moderator yang mengatur kelancaran diskusi kelas. Tanggapan dari para siswa lain itu disampaikan kepada si pembaca untuk dijawab atau diklarifikasi.
Kemungkinan yang bisa muncul dari tulisan siswa adalah kesamaan tema atau topik bahasan. Hal ini terjadi karena mereka mengambil dari sumber yang sama, baik stasiun televisi, jam tayang maupun programnya. Saya tetap memberikan kesempatan kepada para siswa yang kebetulan memiliki kesamaan topik bahasan untuk membacakan hasil tulisannya, karena yakin bahwa pasti ada perbedaan dalam cara mengungkapkan informasi yang diperoleh dari wawancara di televisi tersebut.
Di akhir pertemuan siswa dan guru membuat kesimpulan bersama tentang topik-topik yang telah didiskusikan tadi. Karena topik yang dibahas beragam, maka kesimpulan yang dihasilkan juga akan banyak sekali. Kesimpulan ini berkaitan dengan upaya untuk memberi solusi terhadap permasalahan yang muncul di setiap topik bahasan. Dalam hal ini siswa diajak untuk menemukan kesepakatan guna mendapatkan solusi terbaik.

Memanfaatkan Koran Untuk Menyusun Karangan Eksposisi
Pengalaman saya mamanfaatkan perpustakaan secara langsung terjadi pada saat pembahasan Standar Kompetensi ”menulis dengan mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk paragraf.” Waktu itu siswa-siswi di kelas XI telah menguasai Kompetensi Dasar “menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam bentuk ragam paragraf eksposisi.” Kegiatan ini saya rancang dalam satu kali pertemuan (2 jam pelajaran).

Sebelum memulai kegiatan, saya harus yakin bahwa siswa telah memahami paragraf eksposisi. Saya tidak harus memulai dari nol untuk menguji sejauh mana tingkat pemahaman siswa karena mereka telah pernah membahas materi paragraf eksposisi ketika masih di kelas X. Mereka dulu memang masih sering kebingungan untuk menentukan suatu jenis paragraf, karena terdapat beberapa bentuk paragraf yang satu sama lain memiliki perbedaan. Namun, di kelas XI ini pada umumnya siswa sudah semakin paham tentang perbedaan antara jenis paragraf eksposisi, narasi dan deskripsi.
Seluruh siswa saya bawa ke ruang perpustakaan. Mereka saya minta untuk mencari sebuah wacana bertema bebas di koran-koran atau majalah-majalah yang tersedia. Dari wacana yang telah ditemukan tersebut kemudian diidentifikasi mana yang berupa kalimat-kalimat fakta. Kalimat-kalimat fakta tersebut selanjutnya akan dikembangkan menjadi sebuah paragraf eksposisi. Sama seperti pemahaman tentang paragraf eksposisi, materi tentang apa dan bagaimana kalimat fakta telah mereka dapatkan di kelas X. Hal lain yang saya sampaikan kepada mereka adalah berkaitan dengan cara penulisan paragraf yang harus menggunakan bahasa sendiri. Mereka tidak boleh sekedar memindahkan isi wacana yang terdapat dalam sumber bacaan. Selain itu, topik wacana yang dipilih harus berbeda antara satu siswa dengan siswa yang lain. Dalam hasil akhir tulisan mereka nanti, juga harus dicantumkan hal-hal yang berkaitan dengan sumber bacaan, berupa nama koran atau majalah yang wacananya mereka gunakan, tanggal terbitnya, dan di halaman berapa wacana itu berada.
Para siswa memulai proses pengerjaan tugas dengan membuat coretan-coretan yang berisi kalimat fakta, atau pokok-pokok pikiran, atau informasi faktual yang mereka temukan di dalam wacana tersebut. Seperti yang dilakukan oleh salah satu siswa bernama Alwi berikut ini.


Pokok-pokok pikiran (kalimat fakta/informasi faktual) :
- Gara-gara listrik sering padam, PLN Sanggau didemo sekelompok masyarakat.
- Dengan semakin seringnya listrik padam semua aktivitas terganggu.
- Pedamanan bergilir terpaksa dilakukan pada saat beban puncak dari pukul 17.00 – 22.00 WIB
- Untuk pemadaman yang sifatnya terencana/ bergilir, PLN menginformasikannya melalui media koran, radio dan melalui surat ke kecamatan-kecamatan serta MUSPIDA dan DPRD Sanggau.
- Stok BBM di PLTD Semboja masih cukup untuk 2 hari operasi sejauh ini.


Dari pokok-pokok pikiran tersebut siswa mengembang-kannya dalam karangan eksposisi seperti di bawah ini.


PEMADAMAN LISTRIK MEMBUAT WARGA PROTES

Gara-gara listrik sering padam, PLN Sanggau didemonstrasi oleh sekelompok masyarakat pada hari Senin, 27 Februari 2006. Sekitar ratusan orang menanyakan mengapa dalam 2 bulan terakhir ini terjadi pemadaman bergilir. Untuk itu pihak PLN menjelaskan kepada para pendemo bahwa pemadaman terjadi karena mesin pembangkit listrik PLN mengalami kekurangan daya. Kekurangan daya ini terjadi karena beberapa unit mesin PLN mengalami kerusakan dan sedang diperbaiki. Selain itu, beban yang semakin bertambah juga membuat PLN semakin “sakit kepala”. Dengan sering terjadinya pamadaman listrik tersebut, hampir semua aktivitas masyarakat menjadi terganggu.
Untuk pelaksanaan pemadaman bergilir terpaksa dilakukan hanya pada saat beban puncak, dari pukul 17.00 sampai dengan 22.00 WIB. Jika beban belum mencapai puncak maka listrik belum
dipadamkan. Untuk pemadaman yang sifatnya terencana/bergilir PLN menginformasikannya melalui media koran, radio, dan melalui surat-surat ke kecamatan-kecamatan serta MUSPIDA dan DPRD Sanggau. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui jadwal pemadaman tersebut secara meluas. (Sumber : Pontianak Post, 28 Februari 2006)


Hambatan dan Permasalahan yang Ditemui
Selama proses penerapan pembelajaran dengan pemanfaatan media massa tersebut di atas ada berbagai hambatan yang saya temui. Hambatan itu ada yang merupakan hambatan umum dan ada pula hambatan yang bersifat khusus.
Di kelas XI IPA saya lebih leluasa untuk mengembangkan metode diskusi dan menggali pengetahuan siswa dengan cara melemparkan berbagai pertanyaan yang menggugah keinginan siswa untuk memberikan respon. Hal ini berbeda dengan di kelas XI IPS. Meskipun saya juga memulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, tetapi biasanya siswa yang memberikan respon balik hanya sedikit. Oleh karena itu, khusus di kelas IPS proses belajar biasanya saya lanjutkan dengan memberikan contoh atau menyampaikan cara-cara (strategi) dalam mempelajari sesuatu. Dengan adanya langkah-langkah belajar seperti ini, siswa di kelas IPS biasanya lebih mudah untuk memahami materi yang diajarkan. Saya juga mencoba melakukan penyesuaian materi, pengelolaan waktu pertemuan/tatap muka dan perbedaan perlakuan yang diberikan kepada siswa. Misalnya untuk siswa di kelas IPA, wacana-wacana bacaan yang dipilih dan dikembangkan lebih mengarah pada bidang sains, sedangkan untuk kelas IPS dikaitkan dengan bidang kemasyarakatan.
Permasalahan umum yang ditemui adalah kebiasaan siswa yang masih sering menggunakan istilah-istilah atau kata-kata yang berasal dari bahasa daerah. Saya selalu berupaya untuk membiasakan mereka berlatih berbicara dan menulis menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. Strategi yang sering saya lakukan diantaranya dengan menerapkan metode diskusi atau dialog, sehingga mereka terbiasa untuk berbicara dalam suasana yang formal dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pemakaian istilah atau kata dari bahasa daerah ini sebenarnya sering terjadi dalam situasi ketika siswa harus memberikan tanggapan atau jawaban spontan. Sedangkan para penanya atau penanggap, umumnya mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan lebih baik, karena sebelum berbicara mereka telah membuat konsep tentang apa yang akan mereka sampaikan. Ada kalanya dalam sebuah proses diskusi, saya akan membiarkan siswa yang sedang menjawab dengan menggunakan istilah-istilah bahasa daerah itu untuk menyelesaikan pembicaraannya. Hal ini saya lakukan supaya ia tidak merasa terganggu dengan komentar saya. Tetapi di akhir pembicaraannya atau pertemuan di hari itu, saya tetap mengingatkan mereka kembali untuk berlatih dan membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan untuk melatih kemampuan mereka dalam membuat tulisan, saya sering meminta para siswa untuk membaca dan mempelajari tulisan-tulisan hasil karya orang lain sebagai referensi bagi tulisan-tulisan mereka.

Hambatan lain yang ditemui adalah berkaitan dengan pengendalian suasana kelas. Pada saat diskusi pembahasan hasil tulisan tentang wawancara yang ditonton oleh siswa di televisi, suasana kelas cenderung menjadi ramai. Biasanya mereka berlomba-lomba dan saling berebut untuk mendapatkan kesempatan berbicara atau bertanya. Saya sebagai moderator selalu menyarankan mereka untuk mendengarkan teman lain yang sedang berbicara dan mengatur agar tidak ada siswa yang mendominasi proses diskusi.
Keterbatasan waktu juga saya rasakan sebagai sebuah hambatan lain. Hal ini biasanya terjadi pada pembahasan materi yang dilakukan dalam bentuk diskusi. Akibatnya banyak informasi penting yang sebenarnya membuat siswa tertarik, tidak terbahas dengan tuntas. Padahal saya sudah memberikan batasan, bahwa satu siswa hanya boleh mengajukan satu pertanyaan atau menanggapi satu permasalahan saja. Demikian pula dengan hasil tulisan yang dibacakan, juga telah dibatasi panjang paragrafnya.

Proses pembelajaran yang dilakukan di perpustakaan pun ternyata memiliki beberapa kelemahan. Dari pengamatan saya, terdapat beberapa siswa yang kurang mampu memanfaatkan waktu belajarnya dengan efisien. Maksudnya, di perpustakaan mereka memiliki peluang untuk menemukan bahan bacaan yang mereka sukai, tetapi tidak relevan dengan tugas yang harus mereka kerjakan. Apabila bertemu dengan siswa yang seperti ini biasanya saya akan memotivasi mereka untuk segera menuntaskan tugasnya dan kemudian memberikan kebebasan kepada mereka untuk memanfaatkan waktu yang tersisa dengan membaca buku yang disukainya.
Permasalahan lain yang ditemui adalah adanya kecenderungan sebagian siswa yang menulis ulang wacana. Atau, menjadikan tulisan akhir mereka seperti sebuah ringkasan, dengan memindahkan beberapa kalimat yang dianggap penting dari wacana tersebut ke atas kertas kerja mereka. Sebenarnya tidak sulit untuk mengetahui apakah sebuah karya itu merupakan hasil pengolahan siswa dengan kata-katanya sendiri, ataukah hanya sekedar mengutip saja. Hal itu bisa terlihat dengan mudah dari struktur kalimat dan bahasa yang ditulis di dalam kertas kerja siswa yang dikumpulkan. Namun, upaya untuk menghilangkan kebiasaan siswa mengutip begitu saja tulisan orang lain menjadi milik sendiri, tetap saya lakukan. Misalnya, pada saat ulangan saya meminta mereka untuk menulis kembali sebuah wacana yang telah disiapkan dengan mangolah kalimat sendiri, setelah mereka mengetahui tema dan pokok-pokok pikiran yang ada di dalam wacana tersebut.
Beberapa siswa ternyata masih menemui hambatan dalam mengolah bahan bacaan ke dalam paragraf eksposisi. Mereka sebenarnya sudah mampu menemukan sebuah wacana dan mengidentifikasi kalimat fakta atau informasi faktual yang ada di dalamnya. Oleh karena itu sepanjang proses pembelajaran saya berusaha untuk selalu memberi bimbungan dan pendampingan dalam kegiatan belajar siswa-siswi seperti ini, sehingga dapat menjadi teman diskusi dan tempat bertanya. Dengan cara demikian kesalahan-kesalahan siswa diketahui sejak awal dan dapat diminimalisir.

Penilaian atas Hasil Kerja Siswa dan Perubahan Positif yang Terjadi
Untuk materi ajar yang diselenggarakan dengan metode diskusi, kriteria penilaian didasarkan pada bagaimana kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia, keterkaitan jawaban dengan pertanyaan yang diajukan, serta sikap yang ditunjukkan oleh siswa dalam merespon tanggapan dari para pendengar atau penanya. Kriteria ini pula yang saya terapkan ketika menilai kemampuan para siswa dalam menulis laporan hasil wawancara dan mempresentasikannya. Khusus untuk laporan yang dikumpulkan, ketepatan dalam penggunaan tanda baca juga menjadi penilaian. Jadi pada dasarnya penilaian dilakukan terhadap hasil tulisan yang dikumpulkan setelah dibahas bersama, dan juga pada saat proses diskusi berlangsung. Dengan satu kali penugasan, saya bisa membuat penilaian untuk dua kemampuan, yaitu menulis dan berbicara. Sedangkan untuk materi menulis paragraf eksposisi, penilaian saya lakukan terhadap hasil akhir tulisan siswa, meliputi apakah paragraf-paragraf yang disusun merupakan paragraf eksposisi, keaslian tulisannya, keterampilan mengolah kata dan ketepatan penggunaan tanda baca.
Selain penilaian terhadap hasil kerja, saya juga ingin mengungkapkan sejumlah hal positif yang saya temukan ketika menerapkan pembelajaran. Dari proses diskusi kelas, yang saya rasakan adalah antusiasme para siswa dalam mengikuti pembelajaran yang membuat suasana kelas menjadi hangat. Banyak siswa yang melibatkan diri secara aktif untuk bertanya dan memberikan tanggapan. Dari penyelenggaraan diskusi seperti ini, siswa mulai mampu menghargai pendapat teman-temannya. Kebiasaan untuk menghargai pendapat teman dan menerima dengan lapang dada kritik sepedas apapun dari orang lain terlihat semakin baik. Mereka menyadari apabila di suatu kesempatan ia mengejek atau tidak peduli dengan pendapat orang lain, maka di kesempatan lain ia juga akan memperoleh perlakuan yang serupa dari teman-teman lain.
Melalui diskusi yang membahas tentang sebuah masalah, saya menemukan munculnya beragam ide-ide baru sebagai tawaran solusi untuk menuntaskan masalah tersebut. Kemampuan merumuskan solusi itu diperkuat pula dengan proses saling bertukar informasi, karena topik pembicaraan yang didiskusikan pun amat beragam. Kesempatan yang diberikan kepada semua siswa untuk membacakan dan menjelaskan poin-poin penting dari wawancara di televisi, ternyata juga efektif untuk membuat siswa yang pasif mau berbicara dan menanggapi pertanyaan teman-temannya.
Pada saat saya membawa siswa untuk belajar di perpustakaan, saya mendapati siswa-siswi yang lebih bersemangat dalam belajar, karena adanya penyegaran. Di perpustakaan mereka bisa belajar dengan diiringi lagu-lagu, sehingga mendapatkan suasana belajar yang berbeda dari biasanya. Secara tidak langsung saya juga ingin menumbuhkan rasa senang membaca pada diri para siswa.
Pengungkapan pendapat lewat karangan eksposisi (secara tertulis) ini akan membantu siswa untuk dapat mengungkapkan ide dan pendapat mereka dari fakta-fakta yang mereka temukan. Karena proses belajar mereka lakukan secara mandiri, mulai dari pemilihan wacana, menemukan informasi faktual, hingga menuliskannya kembali sesuai dengan pemahaman mereka. Di sisi lain, siswa yang pasif atau memiliki keterbatasan dalam komunikasi lisan tetap dapat mengungkapkan ide dan pendapatnya secara tertulis.

0 komentar on "MEMANFAATKAN TELEVISI DAN KORAN SEBAGAI PENUNJANG PEMBELAJARAN"

Posting Komentar

 

kampung anak Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez