Pengikut

Sabtu, 21 Maret 2009

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENERIMA DAN MENYAMPAIKAN INFORMASI


Demokrasi diruang kelas

Oleh : Mus’an, S.Pd

tentang penulis
Mus’an, S.Pd. Guru Bahasa Indonesia lulusan Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarya tahun 2000. Meskipun demikian telah memulai karir mengajarnya sejak tahun 1990 di SMA Negeri 1 Singkawang hingga saat ini. Pemeluk agama Islam yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dan menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan ini dilahirkan di Sambas, 22 September 1965. Saat ini yang bersangkutan juga mengajar Bahasa Indonesia di Program Pendidikan Paket C. Sebelumnya pernah mengajar di beberapa tempat, seperti di MA Ushuluddin Singkawang, MAN Model Singkawang, SMK Mudita Singkawang dan SMA Negeri Sungai Raya Bengkayang.

Pengantar
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan pada peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan. Melalui pelajaran ini diharapkan pada diri siswa akan timbul penghargaan terhadap hasil karya cipta manusia Indonesia. Siswa lebih banyak dilatih untuk mampu menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Bukan dituntut untuk menguasai dan menghafalkan pengetahuan tentang bahasa. Sedangkan pengajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, memahami, menghargai dan memiliki kebanggaan terhadap karya-karya sastra Indonesia.
Pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah pendekatan komunikatif dan pendekatan kontekstual. Pendekatan komunikatif adalah pendekatan yang mengandalkan kemampuan menggunakan bahasa dalam berbagai konteks komunikasi. Tujuannya untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi. Atau, dengan sederhana dapat dikatakan bahwa pendekatan komunikatif lebih ditekankan pada kemampuan berbicara atau berbahasa secara lisan. Upaya yang saya lakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi atau berbicara ini adalah dengan memperbanyak porsi kegiatan demonstrasi atau unjuk kerja, sebagai ajang berlatih bagi para siswa, misalnya melalui kegiatan berpidato, pembacaaan puisi, bercerita, melakukan presentasi dan beberapa aktivitas lain yang serupa.
Sedangkan pendekatan kontekstual diarahkan pada aktivitas yang dilakukan dan dialami secara langsung oleh siswa dalam proses belajar. Siswa tidak saja mendengarkan penjelasan guru dan menyimpannya dalam memori, tetapi mereka pun dituntut untuk bisa menyampaikan kembali penjelasan atau informasi yang diterimanya itu kepada teman lain. Pendekatan kontekstual menghendaki proses pembelajaran terjadi di berbagai tempat dan konteks penerapan. Pada intinya, pendekatan kontekstual ini bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan siswa menerapkan dan menghubungkan teori-teori atau konsep-konsep yang diterimanya dengan kondisi sehari-hari, sesuai dengan konteks permasalahan dan kejadian yang diamati atau dialami. Pendekatan kontekstual ini sering dikaitkan dengan kemampuan berbahasa secara tulisan, dengan menerapkannya pada kemampuan menulis, misalnya, membuat karangan, makalah, karya ilmiah, proposal, dan lain-lain.

Menguji Kemampuan Siswa dalam Menyerap atau Menerima Informasi
Salah satu kemampuan yang dituntut dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas XI adalah mendengarkan. Secara lebih khusus, dalam silabus kurikulum untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, terdapat sebuah Standar Kompetensi yang menyebutkan bahwa “siswa harus memiliki kemampuan mendengarkan dan memahami serta menanggapi berbagai ragam wacana lisan, baik nonsastra maupu sastra.” Untuk wacana lisan nonsastra bisa didapat melalui informasi dari berbagai sumber, misalnya sambutan/khotbah, pembicaraan dalam wawancara, diskusi dan lain-lain. Sedangkan untuk wacana lisan sastra bisa didapat melalui menonton dan menanggapi pementasan drama, menelaah puisi, serta mendiskusikan pembacaan cerita pendek atau penggalan novel.
Berkenaan dengan ini, saya akan menceritakan pengalaman saya dalam mengajar Bahasa Indonesia di kelas XI IPA, ketika saya menyampaikan standar kompetensi di atas, khususnya untuk Kompetensi Dasar “mendengarkan pembacaan cerita pendek dan penggalan novel.” Pada dasarnya tujuan dari pembelajaran ini adalah supaya siswa dapat memfokuskan pendengaran untuk menyimak dan menyerap sebanyak mungkin informasi yang diterimanya. Sedangkan penilaian yang dilakukan adalah penilaian untuk aspek psikomotor.
Sebelum proses pembelajaran dilakukan, saya dan siswa telah melakukan berbagai persiapan kurang lebih selama dua minggu lamanya. Siswa saya minta bantuannya untuk merekam dan mengkompilasi beberapa lagu dengan genre berbeda, misalnya musik pop, rock, jazz, dangdut, dan lain-lain. Sementara saya menyiapkan sebuah wacana singkat, Teka-Teki Silang (TTS), dan daftar pertanyaan untuk evaluasi. Dalam dua jam pertemuan atau satu kali tatap muka, proses pembelajaran dengan model ini diharapkan dapat diselesaikan.
Pertemuan diawali dengan mengelompokkan siswa. Setiap kelompok terdiri dari dua orang dan harus duduk berdampingan. Saya kemudian membagikan satu lembar TTS dan daftar pertanyaan, masing-masing satu lembar kepada kepada setiap kelompok. Siswa diingatkan untuk tidak membaca isinya terlebih dahulu sebelum ada instruksi lebih lanjut. Kegiatan inti dimulai dengan memutarkan tape recorder yang telah berisi lagu-lagu yang telah disiapkan tadi. Saya membacakan isi wacana singkat yang berisi informasi tentang sebuah penggalan novel atau cerita pendek. Saya meminta siswa menyimak dengan baik isi wacana yang saya bacakan. Setelah wacana selesai dibacakan, setiap kelompok diminta untuk mengisi TTS. Informasi yang baru saja mereka dengar tadi otomatis akan mengendap di dalam memori masing-masing, karena mereka dihadapkan pada persoalan yang berbeda. Mengisi TTS pasti memerlukan konsentrasi dan proses berpikir yang keras.
Sementara mereka mengerjakan tugas mengisi TTS, musik dengan irama yang berbeda-beda terus diputar dengan volume suara yang tidak terlalu keras. Bagi kelompok yang sudah menyelesaikan TTS baru diperbolehkan untuk menjawab soal-soal yang berkaitan dengan wacana yang tadi dibacakan, tetap dengan iringan musik atau lagu. Soal yang saya susun terdiri dari lima (5) pertanyaan dan berbentuk esai atau pertanyaan terbuka. Pertanyaan itu berkenaan dengan tema bacaan, karakter para tokoh, amanat/pesan cerita, setting atau latar cerita dan hal-hal penting lainnya. Di bagian akhir saya mencantumkan pertanyaan yang berisi permintaan pendapat dari para siswa berkaitan dengan perasaan mereka mengalami proses pembelajaran seperti ini, senang atau tidak senang. Sama seperti TTS tadi, jawaban yang mereka tulis ini merupakan kesepakatan dengan teman yang duduk di sebelahnya, mengingat bahwa siswa-siswa yang berada dalam satu kelompok diperbolehkan untuk saling berkomunikasi dan berdiskusi.
Di akhir pertemuan, saya dan para siswa mencoba melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan bersama. Bukan hanya yang berhubungan dengan materi belajar, tetapi juga proses belajar yang baru saja mereka alami. Salah satu kesimpulannya adalah tentang adanya keberagaman dalam kebiasaan belajar. Ada siswa yang enjoy atau merasa lebih nyaman belajar dengan iringan musik, tapi ada juga yang justru terganggu dengan adanya suara-suara musik. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap kemampuan dalam menyerap berbagai informasi yang sedang dipelajari. Dari hasil jawaban keseluruhan siswa yang telah dikumpulkan dan dikoreksi, sekitar tujuh puluh persen menyatakan senang dengan model belajar seperti ini. Sedangkan siswa yang lain menganggapnya biasa saja.

Kemampuan Menyampaikan Informasi Melalui Telaah dan Penulisan Resensi
Kekhasan dari materi-materi yang disampaikan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah adanya keterkaitan antarmateri yang dipelajari dari kelas X hingga kelas XII. Salah satu contohnya adalah pada kemampuan yang berkaitan melakukan resensi terhadap sumber-sumber bacaan atau tontonan. Sebagai contoh, di kelas X siswa dituntut untuk mampu memberikan kritik terhadap informasi dan memberikan persetujuan/dukungan terhadap berbagai informasi yang diperoleh dari media cetak dan elektronik. Di kelas XI, siswa harus memiliki kompetensi untuk mengungkapkan prinsip-prinsip penulisan resensi dan mengaplikasikan prinsip-prinsip penulisan resensi. Sedangkan di kelas XII, Kompetensi Dasar yang harus dikuasai siswa adalah “menulis resensi buku pengetahuan berdasarkan format baku dan menulis resensi buku kumpulan cerpen berdasarkan unsur-unsur resensi.”
Adanya keterkaitan antarkompetensi dasar itu sebenarnya memberikan keleluasaan kepada guru untuk menggali kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa dari proses belajar sebelumnya, dan untuk selanjutnya dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam menulis resensi tersebut. Saya sendiri berpendapat bahwa yang terpenting dalam hal ini adalah bahwa siswa mengalami peningkatan pengetahuan dan keterampilan di setiap proses belajar yang dilaluinya, atau secara sederhana dapat dikatakan sebagai pendalaman isi materi, tanpa harus merasa jenuh dan mengulang-ulang materi yang sama.

Di kelas X saya lebih menekankan pada penguasaan pengetahuan dasar mengungkapkan dan menulis kritik terhadap sumber bacaan atau tayangan. Para siswa diminta untuk membaca artikel di surat kabar atau majalah, dan menonton film atau sinetron di televisi. Lalu mereka diminta untuk memberikan tanggapan terhadap informasi yang sudah dibaca ataupun ditonton tersebut. Dari proses ini mereka diajak untuk menemukan hal-hal yang penting untuk diperhatikan ketika menyampaikan sebuah kritik atau ulasan. Di kelas XI, siswa ditugaskan untuk mengumpulkan satu contoh resensi yang ditulis orang lain dari berbagai sumber bacaan. Kemudian siswa tersebut harus mencocokkan apakah prinsip-prinsip penulisan resensi yang telah mereka rumuskan di kelas X dan yang terdapat di buku pelajaran telah terpenuhi dalam setiap contoh resensi yang mereka dapatkan. Jadi yang diutamakan bukan pada kemampuan menulis resensi, tetapi lebih pada kemampuan untuk menemukan dan menganalisis unsur-unsur atau prinsip-prinsip penulisan resensi. Barulah di jenjang berikutnya, yaitu di kelas XII, siswa dituntut untuk mampu menulis resensi sendiri.
Berkaitan dengan kompetensi dasar menulis resensi, saya ingin berbagi pengalaman dalam mengembangkan sebuah proses belajar di kelas XII. Pada dasarnya, salah satu tujuan dari menulis resensi adalah untuk memberikan informasi kepada orang lain tentang isi sebuah sumber bacaan atau tayangan. Penulis resensi harus mampu menganalisis atau membuat penilaian seobyektif mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu.
Sebagai langkah awal dalam proses belajar menulis resensi adalah dengan mengulang kembali kegiatan yang pernah dilakukan oleh siswa di kelas XI, tetapi dengan mengembangkan topik bahasan dan kedalaman analisis. Kegiatan intinya saya bagi menjadi dua bagian, yaitu melakukan telaah terhadap resensi dan menulis resensi pribadi. Untuk melakukan proses telaah terhadap resensi diperlukan waktu sekitar 6 – 8 jam pelajaran, atau sekitar 3 – 4 kali tatap muka. Sedangkan untuk proses penulisan resensi secara individual lebih banyak dikerjakan di rumah, kurang lebih selama 2 minggu. Oleh karena itu pada tulisan ini saya akan lebih menitikberatkan pada pengalaman mempraktikkan pembelajaran menelaah hasil resensi, yang hampir keseluruhan prosesnya berlangsung di sekolah.
Tahap pertama dalam penelaahan hasil resensi adalah menentukan 5 (lima) buah topik bahasan, yaitu: buku nonfiksi (ilmiah), novel, film, drama/sinetron, dan cerita pendek (cerpen). Kemudian siswa dibagi ke dalam 5 kelompok. Masing-masing kelompok bertanggung jawab untuk membahas satu topik di antara kelima topik di atas. Penentuannya bisa dilakukan dengan cara yang demokratis, ialah dengan cara cabut undi. Pada pertemuan pertama, siswa diminta untuk mencari bahan dan berdiskusi di dalam kelompok. Proses ini bisa dilakukan di perpustakaan atau di tempat lain di luar kelas. Sebagian siswa yang harus mencari bahan di perpustakaan tentunya akan memanfaatkan waktunya untuk bekerja di ruang perpustakaan, karena mereka bisa memperoleh sumber belajar dari majalah dan koran. Sedangkan kelompok-kelompok yang sudah siap dengan bahan diskusi yang dibawa dari rumah, diperbolehkan untuk memilih tempat belajar lain yang disukainya asalkan masih di sekitar lingkungan sekolah. Setiap kelompok diharapkan untuk mengumpulkan beberapa contoh resensi yang ditulis orang lain terhadap isi sebuah buku ilmiah, novel, film, drama dan cerpen. Lalu contoh-contoh resensi yang telah didapatkan itu dibuat dalam bentuk klipping dan ditelaah bersama-sama teman sekelompok. Apabila dalam waktu satu kali pertemuan (2 jam pelajaran) belum selesai dengan hasil telaahanya, proses diskusi dapat dilanjutkan di luar jam pelajaran Bahasa Indonesia. Teori atau pengetahuan dasar untuk meresensi tidak perlu lagi dibahas secara khusus, karena telah mereka dapatkan pada saat mereka duduk di kelas X dan kelas XI.
Pada pertemuan berikutnya setiap kelompok sudah harus siap untuk mempresentasikan hasil telaah terhadap contoh-contoh resensi yang mereka kumpulkan. Tentunya rumusan atau bahan diskusi setiap kelompok telah diperbanyak dan dibagikan kepada kelompok lain. Apabila satu kelompok selesai dengan presentasinya, siswa lain diminta untuk menyampaikan tanggapan mereka. Tanggapan tersebut bisa berupa pertanyaan, pendapat, kritik, masukan dan lain-lain. Demikian seterusnya, hingga seluruh kelompok mendapatkan kesempatan yang sama.

Hal penting yang ingin saya kemukakan di sini adalah terbukanya kesempatan bagi siswa untuk melakukan proses pertukaran pengetahuan antarkelompok. Hal ini dimungkinkan karena masing-masing kelompok membahas topik yang berbeda. Dengan demikian diharapkan informasi-informasi yang dibahas selama berlangsungnya proses diskusi akan memperkaya pengetahuan yang dimiliki setiap siswa. Apabila presentasi dan diskusi telah selesai dilakukan, setiap siswa kemudian ditugaskan untuk menulis resensi pribadinya. Waktu yang diberikan untuk penulisan resensi sekitar dua minggu, sehingga tersedia waktu yang cukup bagi siswa untuk mencari dan membaca isi buku.
Penilaian yang saya lakukan terhadap proses diskusi yang terjadi lebih cenderung pada aspek penilaian afektif dan psikomotor. Kriteria penilaian bisa didasarkan pada keaktifan bekerja dan berbicara di dalam kelompok, tingkat partisipasi selama diskusi, serta kemampuan menyampaikan informasi kepada orang lain, sedangkan untuk aspek kognitif penilaian dilakukan dengan test tertulis pada kesempatan pertemuan berikutnya. Evaluasi untuk kompetensi dasar ini saya lakukan dengan menyajikan beberapa penggalan cerita yang ditulis dalam bentuk paragraf. Testnya bisa dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang disertai dengan pilihan jawaban (pilihan ganda), atau pertanyaan terbuka. Contoh soal yang dikeluarkan dalam test tersebut misalnya, siswa diminta untuk menentukan unsur resensi yang mana yang terdapat dalam penggalan atau paragraf yang tercantum di soal. Atau tentang kelebihan dan kekurangan buku, sinopsis, atau unsur yang lainnya.

Hambatan dan Nilai-nilai Positif yang Ditemukan dalam Proses Pembelajaran
Pada dasarnya, dalam menghadapi siswa-siswi dengan kemampuan dan semangat belajar yang relatif tinggi seperti di sekolah kami, dewan guru cukup menempatkan diri menjadi fasilitator dalam belajar. Guru dan siswa bisa bekerja sama dalam menemukan pengetahuan baru dan menciptakan pengalaman belajar yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Penerapan metode pembelajaran yang demokratis, sesungguhnya merupakan amanah dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana prinsip pembelajaran yang berlaku di dalam kedua kurikulum tersebut adalah menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan.
Model-model pembelajaran yang telah saya paparkan di atas ternyata memberikan banyak manfaat. Terlebih lagi pada model pembelajaran yang memberikan ruang kepada siswa untuk menyampaikan pikirannya secara lisan, misalnya pada saat presentasi, diskusi dan tanya jawab. Metode tersebut mendorong dan membiasakan para siswa untuk mampu mengemukakan ide, menyusun konsep berpikirnya, memiliki keberanian untuk tampil dan membangun kepercayaan diri. Pada akhirnya yang terbentuk adalah suatu kebiasaan positif dan iklim belajar yang demokratis.
Melalui kegiatan kerja kelompok dan diskusi, yang terbangun adalah kemampuan untuk bekerja sama, kemampuan berkomunikasi, kemauan untuk mendengarkan dan mengakomodir perbedaan pendapat, serta kemauan untuk berbagi pengetahuan. Secara lebih khusus, proses belajar yang dapat membiasakan siswa hidup dalam keberagaman dan mengenal adanya perbedaan juga terjadi pada saat siswa mendengarkan informasi dengan iringan musik atau lagu dan melakukan penelaahan terhadap hasil resensi dengan berbagai jenis topik bahasan. Kesadaran tentang adanya perbedaan kebiasaan yang berlaku pada setiap orang dapat ditumbuhkan melalui proses ini, sehingga antarsiswa diharapkan tumbuh rasa saling menghargai. Perbedaan informasi yang dimiliki dan keberagaman kemampuan dalam penguasaan informasi juga bisa mendorong tumbuhnya keinginan untuk saling berbagi dan melengkapi kekurangan yang ada pada diri masing-masing. Dilihat dari aspek penilaian kognitif, siswa cenderung akan memperoleh hasil belajar yang menggembirakan apabila mereka dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.

Permasalahan yang cukup sering saya temukan ketika mengajar adalah kemauan untuk bertanya pada diri siswa yang cenderung rendah. Jika saya memberikan ruang bagi siswa untuk menanyakan hal-hal atau materi yang belum dikuasai/dipahami, hampir tidak ada siswa yang mau memanfaatkan kesempatan ini. Ada satu kebiasaan negatif yang menurut saya harus diubah pada siswa secara keseluruhan, yaitu kebiasaan untuk memperolok-olokkan teman yang bertanya. Olokan atau ejekan tesebut secara tidak langsung akan membuat siswa yang ingin bertanya merasa enggan, karena takut dianggap bodoh oleh teman-temannya.
Strategi yang saya lakukan untuk memotivasi atau meningkatkan keberanian siswa mengajukan pertanyaan, antara lain adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya di luar kelas/tidak di hadapan teman-temannya. Saya juga sering mendatangi atau menghampiri siswa ketika mereka sedang mengerjakan tugas di kelas, biasanya siswa secara spontan akan mengajukan pertanyaan kepada saya apabila mereka menemui hambatan atau permasalahan. Cara lain yang pernah saya gunakan adalah dengan memberikan bonus nilai kepada siswa yang berani bertanya. Cara-cara seperti ini sebenarnya juga dilakukan oleh rekan guru yang lain. Tujuannya supaya siswa mau menggunakan haknya untuk bertanya dan memperoleh informasi.

0 komentar on "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENERIMA DAN MENYAMPAIKAN INFORMASI"

Posting Komentar

 

kampung anak Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez