Pengikut

Sabtu, 21 Maret 2009

PELIBATAN SISWA SECARA AKTIF MELALUI KERJA KELOMPOK DAN MELAKUKAN PENILAIAN BERSAMA DALAM PEMBELAJARAN PENULISAN DAN APRESIASI PUISI


Demokrasi di ruang kelas

Oleh : Nicodemus, S.Pd

tentang penulis
Nicodemus, S.Pd. Pria pendiam beragama Katolik ini dilahirkan di Jakarta, 15 September 1968. Beliau adalah Sarjana S-1 Progam Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Tanjungpura Pontianak yang lulus
di tahun 1995. Di tahun yang sama, guru Bahasa Indonesia yang telah berstatus sebagai Guru Tetap Yayasan ini mulai mengajar di SMP dan SMA Amkur Pemangkat hingga sekarang. Saat ini juga menjabat Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum di SMA Amkur Pemangkat.


Pengantar
Pelibatan siswa dalam sebuah kerja kelompok dan menilai unjuk kerja kelompok lain secara bersama-sama, sering saya terapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Selain untuk menumbuhkan nilai kerja sama, toleransi terhadap perbedaan pendapat, saling membantu, bertanggung jawab, partisipasi, keberanian mengungkapkan pendapat dan lain-lain, model belajar ini saya lakukan dengan beberapa pertimbangan. Kerja kelompok dapat mengefektifkan waktu belajar, khususnya untuk materi-materi (kemampuan dasar) yang menuntut adanya penilaian terhadap kemampuan siswa secara individu. Jika siswa harus tampil satu persatu, dapat dibayangkan betapa panjangnya waktu belajar yang akan dibutuhkan untuk menuntaskan satu kompetensi dasar. Namun apabila siswa tampil secara berkelompok, waktu yang diperlukan relatif lebih singkat, sementara siswa tetap dituntut untuk mengambil bagian atau berperan sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dalam hal ini guru harus memiliki kecermatan tinggi dan mengikuti proses kerja siswa dengan sungguh-sungguh, sehingga penilaian akhir yang diberikan adil dan sesuai dengan kapasitas individual siswa.
Sedangkan penilaian bersama terhadap hasil kerja orang atau kelompok lain, biasanya saya terapkan untuk kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengan bidang sastra. Unsur-unsur yang dinilai dalam sebuah karya sastra selalu berhubungan dengan nilai rasa atau estetika. Dengan demikian penilaian yang dilakukan oleh satu orang saja -- dalam hal ini guru -- kadang kala bisa menjadi subyektif. Pelibatan siswa dalam proses penilaian ini ditujukan untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan bagi guru, sehingga penilaian akhir yang diberikan bisa lebih obyektif dan berkeadilan.
Salah satu penerapan model pembelajaran dalam skema kerja kelompok dan penilaian bersama ini pernah saya lakukan pada pembelajaran menulis dan menanggapi puisi, seperti yang tertuang berikut ini.

Penerapan pada Pembelajaran Menulis dan Menanggapi Puisi
Model pembelajaran berikut ini saya praktikkan di kelas XII IPA dan IPS pada Semester Ganjil, khususnya untuk Standar Kompetensi: “Siswa mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan dalam berbagai bentuk wacana lisan serta melalui kegiatan menanggapi pembacaan puisi lama dan baru.” Sedangkan Kompetensi Dasarnya adalah “Membacakan dan menanggapi puisi dan gurindam.” Penulisan puisi dilakukan pada pertemuan pertama selama 2 jam pelajaran (2 x 40 menit), sedangkan waktu untuk menanggapi puisi dilaksanakan pada pertemuan 2 jam berikutnya.
Untuk mengawali pembelajaran, saya tidak perlu lagi menyampaikan materi tentang unsur-unsur penting dalam puisi dan memberikan contoh puisi kepada para siswa. Bagi siswa kelas XII, menulis dan menanggapi puisi bukan merupakan hal yang baru lagi. Namun sebelum memulai pembelajaran saya menyampaikan materi apa yang akan dipelajari, tujuan dari pembelajaran dan bagaimana proses pembelajaran tersebut akan dijalani. Satu hal penting yang tidak pernah saya lupakan di awal pembelajaran adalah memberikan motivasi kepada siswa-siswa pentingnya mempelajari materi yang akan diterima hari ini. Misalnya, melalui keterampilan menulis puisi diharapkan siswa mampu untuk mengasah kreativitas dan jiwa seni mereka, sehingga kelak ketika tertarik untuk menekuni bidang ini, akan banyak manfaat yang bisa mereka rasakan, baik dari segi kepuasan berekspresi maupun dapat pula secara materi. Sedangkan dari proses membaca puisi hasil karya sendiri di depan teman-temannya, motivasi yang saya berikan kepada siswa adalah agar mereka berani dan mampu tampil di depan umum, mampu menumbuhkan rasa percaya diri, dan terbiasa menerima kritik.
Pada proses selanjutnya, saya memandu para siswa untuk mengulang kembali materi tentang unsur-unsur penting dalam puisi yang harus diperhatikan apabila ingin membuat sebuah karya puisi. Materi ini sudah mereka dapatkan di kelas X dan XI, sehingga saya sebagai guru hanya mencoba untuk menyegarkan kembali ingatan mereka, mengakomodir dan mengklarifikasi pendapat siswa, pada waktu proses penyegaran materi itu berlangsung. Dalam proses belajar kali ini siswa membentuk kelompok yang anggotanya terdiri dari 5 orang. Masing-masing kelompok ditugaskan untuk membuat puisi. Saya tidak menentukan tema dan panjang bait puisi untuk setiap kelompok. Setiap anggota kelompok diberi kebebasan untuk menuangkan ide dan menentukan tema puisi untuk kelompok masing-masing, beserta kalimat-kalimat yang akan ditulis di setiap bait puisinya.
Proses diskusi dan penyusunan puisi dalam kelompok dilakukan selama 2 jam pelajaran, namun jika ada kelompok yang belum selesai mengerjakan tugas tersebut dapat meneruskannya di rumah atau di luar jam pelajaran Bahasa Indonesia. Selama diskusi berlangsung di sekolah (pada jam tatap muka), saya berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain untuk “menemani” siswa-siswa belajar. Aktivitas saya sebagai guru adalah memberikan penilaian afektif kepada setiap siswa secara individu, misalnya dengan melihat sejauh mana keaktifan siswa di dalam kelompok, kontribusi apa yang telah diberikannya terhadap tugas kelompok, sebesar apa peran atau tanggung jawab yang diembannya, dan lain sebagainya. Selain melakukan penilaian, saya juga mengawasi kegiatan belajar di setiap kelompok, dengan harapan agar tidak ada siswa yang tidak serius dalam mengerjakan tugas ataupun membuang-buang waktu belajar di sekolah. Meskipun jarang terjadi, kadang-kadang ketika saya berkeliling ke setiap kelompok, saya juga dapat menjalankan peran sebagai “teman diskusi” jika ada siswa yang menemui kesulitan dalam mengerjakan tugasnya.

Berikut ini adalah beberapa contoh petikan puisi dengan beragam tema yang dihasilkan oleh siswa-siswi kelas XII IA.









I. Judul : MANUSIA
Karya : Anna Marie, Erny Desiana, Ivonne
Brigitta, Jeanever, dan Wenny

(...)
Manusia,
Adakah laku tanpa balasan?
Adakah perbuatan tanpa keinginan?
Kau mengasihi, untuk dikasihi
Kau mencintai, juga untuk dicinta
Segala yang bersinar, ingin kau kantongi
Segala yang mulia, ingin kau miliki
Berbagai upaya kau lakukan
Berbagai topeng telah kau gunakan
Demi hidup penuh kemuliaan
Demi hidup penuh kebahagiaan
(....)


II. Judul : NYANYIAN GEMBALA
Karya : Dedy K., Hendra, Hendy, Herry Dianto,
dan Lay Fendy

(...)
Anak-anak gembala harapan bangsa
rasanya sulit menemukan citra seputih mutiara
berkilau dalam keramaian
bersinar dalam kesunyian
tapi dalam dadamu
ada sehelai benang sutra
yang mengikat cintamu dalam alam raya ini.





III. Judul : SEDIKIT KATA
Karya : Jummy Dalson, Juogus, Kurniadi
Hidayat, Oktowelly, dan Teddy Yusuf

Sedikit kata kebaikan diucapkan,
Sebuah gerakan atau setetes air mata,
Seringnya menyembuhkan hati yang luka,
Dan menciptakan sahabat yang tulus.
(...)

Banyak cakap bisa merupakan berkat – atau kutukan–
Bisa membuat seseorang menjadi bintang
–atau membosankan -
Tergantung pada siapa yang membina seseorang
Dari kekayaan adat dan pengetahuan seseorang
Kalau aku harus bicara, dan harus bicara –
Biarlah kata-kataku menjadi berkat.


Pada pertemuan berikutnya, masing-masing kelompok akan menentukan seorang wakil dari kelompoknya untuk membacakan puisi yang telah mereka tulis, sedangkan teman-teman dari kelompok yang lain boleh memberikan komentar dan penilaiannya.
Sebelum setiap siswa diberi kesempatan untuk menilai teman yang tampil di depan, sebagai guru saya akan mengajak siswa untuk menyepakti hal-hal yang dapat mereka kritisi, yaitu berkaitan dengan isi puisi dan cara membacakan puisi. Pada saat menanggapi isi puisi, para siswa akan berkonsentrasi pada pesan/amanat, tema, dan penggunaan gaya bahasa. Sedangkan yang terpenting dalam pembacaan puisi adalah sejauh mana si pembaca mampu menghayati puisi yang dibacakannya, serta kesesuaian pelafalan, intonasi dan ekspresi. Apa yang dinilai oleh para siswa selama pembelajaran berlangsung, merupakan indikator dan bahan pertimbangan pula bagi saya dalam melakukan penilaian. Proses belajar belum berhenti di sini. Setelah para siswa memberikan kritik dan masukan, saya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki karya dan penampilannya mereka, sejauh jam belajar memungkinkan untuk itu. Jika jam belajar tidak cukup, saya memperbolehkan mereka untuk membawa pekerjaannya untuk dikerjakan di luar jam belajar.
Penilaian akhir yang saya lakukan adalah untuk mengetahui kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa. Dasar untuk penilaian afektif dan psikomotorik lebih dititikberatkan pada kemampuan siswa dalam memberikan tanggapan terhadap puisi dan keaktifan siswa dalam diskusi kelompok. Sedangkan nilai kognitifnya dapat dilihat dari produk kerja (puisi) yang mereka hasilkan dan dikumpulkan di akhir pembelajaran.

Beberapa Permasalahan yang Ditemui dalam Pembelajaran
Ada beberapa masalah yang ditemui dalam pembelajaran dengan melibatkan siswa secara penuh dalam kegiatan seperti ini. Masalah-masalah itu adalah:
1. Ringkat kemampuan akademik, aktivitas dan tingkat kreativitas siswa berbeda-beda antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.
2. Penguasaan bahasa (dalam hal ini bahasa Indonesia) dari siswa-siswa sekolah ini masih belum baik. Hal ini terjadi karena sebagian besar siswa sekolah ini berasal dari etnis Tionghua, yang dalam lingkungan keluarga, bahasa leluhurnya (bahasa Tionghua) menjadi bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk mengatasi hal ini saya memberikan perlakuan yang berbeda untuk setiap kelas, baik dalam proses belajar maupun penilaian. Di kelas (program jurusan) yang siswanya memiliki kemampuan akademis, kreativitas, dan keaktifan yang lebih baik, mungkin tuntutan pembelajaran dan jenis penugasannya akan lebih berat dibandingkan kelas-kelas (program jurusan) lain. Namun perlakuan ini tidak bersifat kaku, karena pada dasarnya perbedaan kemampuan tersebut akan tercermin pada Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang mampu diraih setiap siswa dalam aktivitas pembelajaran sehari-hari. Artinya, siswa-siswa yang prestasi akademiknya baik tentu hasil belajarnya akan selalu melampui SKBM yang telah ditetapkan. Kadang-kadang siswa seperti ini memerlukan tantangan-tantangan khusus yang dapat memotivasi mereka untuk belajar dan berupaya lebih keras lagi. Jadi, menurut saya strategi yang cukup efektif untuk menghadapi perbedaan kemampuan siswa ini adalah dengan penugasan dan penilaian yang bervariasi tingkat kompleksitasnya.

Untuk mengatasi rendahnya penguasaan dan pengayaan kosa kata, saya menganjurkan para siswa untuk rajin memanfaatkan kamus dan membaca berbagai literatur yang menggunakan bahasa Indonesia baku yang baik dan benar. Meskipun untuk lingkup Kota Pemangkat, sumber-sumber bacaan penunjang yang relevan untuk peningkatan penguasaan bahasa Indonesia masih relatif kurang. Upaya untuk menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa Indonesia dan memotivasi siswa untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia, juga ditempuh dengan mengadakan berbagai lomba antarkelas melalui kegiatan classmeeting. Kami pernah melakukan lomba bercerita pengalaman lucu, penulisan puisi, pementasan drama komedi, dan lain-lain.
Proses pembelajaran yang disampaikan dengan metode yang lebih partisipatif, tidak selamanya mampu melibatkan seluruh siswa masuk ke dalam tingkat keseriusan yang sama. Beberapa dari mereka biasanya lebih senang mengomentari ucapan atau perilaku teman-temannya yang dianggap menggelikan dan mengundang tawa, misalnya ketika temannya memberikan jawaban yang tidak tepat, cara teman berbicara atau mimik muka temannya yang dianggap lucu. Terkadang respon yang keluar dari konteks pembelajaran ini bisa mengganggu proses diskusi yang tengah berlangsung, sehingga guru perlu mengambil peran untuk menetralisir suasana dan mengembalikan proses diskusi ke situasi belajar yang lebih kondusif.

Manfaat Positif dari Penerapan Pembelajaran
Pengalaman mengajar merupakan sesuatu yang berharga yang diperoleh guru ketika membangun interaksi dan integrasi dengan peserta didik sepanjang proses pembelajaran. Penerapan pola pembelajaran yang demokratis ternyata membuat suasana belajar terasa lebih menyenangkan, karena peserta didik dapat lebih berpartisipasi aktif dan memiliki kebebasan berekspresi, baik dalam menuangkan pendapat, pikiran, gagasan, maupun perasaan mereka.

Dari kegiatan belajar mengajar yang mempraktikkan model pembelajaran di atas, dihasilkan beberapa hal yang baik dan bermanfaat, yaitu: (1) Peserta didik memiliki kemampuan berekspresi yang baik; (2) Peserta didik menghasilkan karya-karya tulis/sastra yang mengesankan dan menarik; (3) Peserta didik memperoleh pengalaman baru; (4) Peserta didik dapat menyampaikan tanggapannya terhadap penampilan atau karya kreatif para peserta didik lain secara kritis; (5) Peserta didik dapat saling menghargai; (6) Peserta didik dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran; dan (7) Menciptakan suasana hangat di kelas.
Pada saat para siswa berdiskusi atau merumuskan sesuatu di dalam kelompok, misalnya. Mereka akan terbiasa untuk saling bertukar pendapat, mengatasi pertentangan atau perbedaan keinginan di antara mereka, dan mampu menerima perbedaan itu sebagai bagian atau proses menuju terbangunnya kesepakatan bersama. Apabila guru lebih banyak memberikan ruang kebebasan kepada para siswa, seperti ketika saya meminta para siswa memilih anggota kelompoknya sendiri, menentukan tema puisi dan naskah dramanya, memilih cerita pengalaman yang dianggap paling menarik, memutuskan siapa yang akan dipilih sebagai wakil kelompok dan lain sebagainya, secara tidak langsung siswa akan merasa lebih bertanggung jawab untuk menghasilkan dan menampilkan karya terbaik mereka. Pertukaran pengetahuan dan pengalaman baru juga sangat terasa pada saat siswa diberi kesempatan untuk menuturkan dan menyimak cerita pengalaman teman-temannya.

Pada akhirnya, guru tidak lagi diharuskan menjadi satu-satunya sumber belajar dan penentu akhir di setiap tahapan belajar yang dilalui siswa. Peran saya sebagai fasilitator lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan menempatkan siswa sebagai mitra belajar. Sepanjang pengalaman saya, siswa akan memberikan respon yang positif ketika diminta terlibat dalam menanggapi dan menilai produk kerja teman-temannya. Penilaian yang dilakukan siswa pun akan menjadi pertimbangan bagi saya ketika menentukan nilai akhir bagi para siswa. Jadi, pada intinya mengajar dengan pola pembelajaran yang demokratis dapat menghasilkan para peserta didik yang kreatif, kritis dan menghargai perbedaan.

0 komentar on "PELIBATAN SISWA SECARA AKTIF MELALUI KERJA KELOMPOK DAN MELAKUKAN PENILAIAN BERSAMA DALAM PEMBELAJARAN PENULISAN DAN APRESIASI PUISI"

Posting Komentar

 

kampung anak Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez