Pengikut

Sabtu, 21 Maret 2009

MEMODIFIKASI METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN PARTISPASI AKTIF SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN


Demokrasi diruang kelas

Oleh : Sri Dewi Julianti, S.H

tentang penulis

Sri Dewi Julianti, SH. Memperoleh gelar Sarjana Hukum di tahun 2003 dari Jurusan Hukum Lingkungan, Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Guru yang sejak tahun 2004 mengajar di MA Ushuluddin ini dilahirkan di Parit Lintang Kabupaten Sambas, 27 Juli 1980. Cukup banyak mata pelajaran yang diampu olehnya, yaitu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Sejarah dan Sosiologi. Mengajar juga di MAN Model Singkawang untuk mata pelajaran Sosiologi. Sedangkan karir sebagai dosen mata kuliah Perdata Islam dan Hukum Perdata ditekuninya di Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Singkawang.



Pengantar
Pelbagai persoalan yang ditemui secara langsung dalam masyarakat selalu dapat menjadi bahan diskusi dan pembahasan menarik bagi saya dan para siswa dalam pembelajaran Sosiologi. Berdasarkan pengalaman saya selama ini cukup mudah untuk menemukan topik bahasan diskusi yang relevan dengan materi pembelajaran di kelas XI IPS yang saya jadikan kelas uji coba. Beberapa topik di antaranya sangat dekat dengan kehidupan dan pengalaman pribadi para siswa, misalnya tentang konflik dan integrasi sosial, stratifikasi dan diferensi sosial, serta keanekaragaman sosial budaya.
Sebenarnya siswa cukup antusias dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, khususnya apabila model dan metode pembelajaran yang diterapkan menarik perhatian mereka dan mampu melibatkan mereka di sepanjang proses belajar. Namun pada kenyataannya terdapat beberapa permasalahan yang akhirnya bisa menjadi kendala dan menurunkan semangat belajar siswa dalam mempelajari Sosiologi.
Misalnya, keterbatasan mereka dalam mengakses informasi terbaru yang sedang berkembang di masyarakat. Perlu diketahui buku-buku bertema sosial yang tersedia di perpustakaan sekolah sangat kurang dan ada diantaranya yang sudah tidak lagi relevan dengan kondisi masa kini. Sementara dinamika perubahan dan problematika sosial terjadi sangat cepat. Oleh karena itu, akses informasi terkini menjadi sangat penting jika kita ingin mencoba untuk mendiskusikan dan memberikan tawaran solusi atas sebuah persoalan. Bagi siswa kami, ketertinggalan dan kesulitan untuk memperkaya diri dengan berbagai informasi, berpengaruh terhadap kemampuan membentuk opini, menyusun argumentasi dan ketajaman analisis.
Problem lain yang dihadapi dalam pembelajaran Sosiologi adalah bagaimana menciptakan suasana kelas tetap menyenangkan dan memacu siswa untuk aktif. Menurut saya, proses pertukaran pengetahuan/pengalaman dan pembahasan masalah-masalah sosial yang dilakukan secara intensif tidak mungkin dapat dihindari. Di sini, metode diskusi secara formal maupun informal, tentunya menjadi sebuah pilihan yang menarik dan paling sering dilakukan. Namun, sejauh mana efektivitas metode diskusi tersebut? Saya akan mencoba memaparkan pengalaman saya pada bagian berikut ini.

Mencoba Memodifikasi Metode Diskusi
Sistem pendidikan yang berlaku dewasa ini mengharuskan para siswa untuk berani berbicara dan menyampaikan pendapat atau gagasan di depan orang banyak. Di sekolah kami, metode diskusi merupakan sebuah metode pembelajaran yang sudah biasa dilakukan. Selama ini, penyelenggaran diskusi dipandang efektif untuk menggali potensi siswa supaya dapat belajar dengan lebih aktif. Maka tidak salah apabila metode diskusi menjadi pilihan para guru untuk melatih dan mengembangkan kemampuan siswa-siswinya.
Pada umumnya diskusi yang dipraktikkan selama ini dimulai dari diskusi kelompok. Setiap kelompok bisa membahas satu tema yang sama, ataupun membahas permasalahan yang berbeda-beda. Rumusan yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok tersebut akan dijadikan sebagai bahan presentasi. Lalu dimulailah diskusi kelas dimana setiap siswa diberi kesempatan untuk bertanya, memberikan tanggapan dan masukan untuk menyempurnakan topik-topik bahasan tersebut.
Meskipun metode diskusi bukanlah metode baru, namun kalau ditata ulang atau dimodifikasi, tentunya akan memberikan pengalaman berbeda bagi siswa. Dengan demikian siswa tidak lagi merasakan bahwa metode ini adalah metode yang membosankan dan membuat mereka tidak termotivasi untuk mengikuti proses pembahasan materi. Ini yang menjadi bahan perenungan bagi saya, dan sekaligus mendorong saya untuk mengubah pola-pola lama yang menjenuhkan siswa ketika berdiskusi.

Saya mencoba memetakan beberapa permasalahan yang menjadi penyebab kenapa siswa malas atau tidak bersemangat mengikuti aktivitas diskusi selama ini. Kesimpulan saya adalah:
1). Diskusi dianggap sebagai metode belajar yang konvensional dan tidak memberikan pengalaman baru. Siswa berpandangan bahwa metode ini adalah metode yang sudah biasa ditemui di kelas dan tidak lagi menarik minat mereka untuk berpartisipasi aktif di dalam proses tersebut.
2). Siswa yang aktif cenderung mendominasi diskusi, sehingga terkadang tidak memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk mengeluarkan pendapat dan turut membahas permasalahan yang diajukan.
3). Diskusi hanya dilakukan di ruang kelas saja, sehingga mereka merasa jenuh dengan kondisi dan suasana belajar yang sama. Akibatnya, mereka cenderung akan mengalihkan fokus perhatian dari materi pembelajaran. Sering ditemui beberapa siswa yang lebih tertarik dengan apa yang terjadi di luar kelas. Itu artinya mereka tidak lagi mampu berkonsentrasi dengan materi yang disampaikan oleh siswa yang lain dalam diskusi.

Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan kejenuhan siswa terhadap metode diskusi, saya mencoba untuk mencari pola diskusi yang tepat. Harapan saya adalah supaya dapat menarik perhatian siswa untuk tetap fokus pada materi yang sedang dipresentasikan. Terlebih lagi untuk mata pelajaran Sosiologi, seharusnya banyak materi dan informasi yang tidak hanya dipelajari dari buku saja. Akan lebih baik apabila para siswa mampu menggali permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan nyata, melalui peristiwa yang mereka alami atau fakta sosial yang benar-benar mereka lihat di masyarakat. Beberapa cara yang pernah saya tempuh untuk mengembalikan efektivitas diskusi dalam pembelajaran Sosiologi adalah:
1) Menjadikan pengalaman siswa sebagai topik diskusi.
2) Penyelenggaraan diskusi di alam terbuka/luar kelas
3) Modifikasi bahan presentasi.

Salah satu materi yang menurut saya menarik untuk dibahas bersama adalah mengenai ”Penyebab Terjadinya Konflik Sosial”. Materi ini berkaitan dengan salah satu topik yang diajarkan pada kelas XI, dengan indikator ”mendeskripsikan sebab-sebab konflik dalam masyarakat.” Sedangkan Kompetensi Dasarnya adalah ”kemampuan dalam menganalisis konflik dan integrasi sosial.”
Di tahap awal, saya mengajak siswa untuk melakukan pemetaan tentang apa saja yang dapat menjadi penyebab timbulnya konflik, menurut pengamatan dan pengalaman mereka selama ini. Caranya, saya menugaskan mereka secara perkelompok untuk mengisi sebuah tabel isian dengan kolom-kolom yang terdiri dari kategori konflik, penyebab timbulnya konflik, beserta dengan contoh-contohnya. Setiap kelompok terdiri dari 5 orang. Pembentukan kelompok yang paling sering dilakukan adalah dengan cara cabut undi. Menurut mereka, sistem cabut undi ini dianggap lebih adil dan aman jika dibandingkan dengan cara lain. Alasannya, tidak ada peluang untuk memilih-milih teman dan pemaksaan kehendak oleh guru. Penugasan yang saya berikan itu dijadikan sebagai pekerjaan rumah, sehingga masing-masing kelompok akan lebih leluasa untuk menggali informasi dari berbagai sumber, antara lain koran dan majalah. Presentasi dan diskusi terhadap hasil kerja siswa akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk membahas hasil diskusi kelompok relatif panjang. Dalam satu kali tatap muka atau selama 2 jam pelajaran, biasanya hanya dua kelompok yang mendapatkan giliran untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Di kesempatan diskusi kali ini, setiap kelompok membahas topik yang sama, sehingga proses yang terjadi lebih mengarah pada pengayaan informasi yang berkaitan dengan penyebab konflik dan contoh-contohnya. Dari hasil pembahasan siswa di sepanjang proses presentasi dan diskusi tersebut, terpetakanlah beberapa permasalahan yang menurut mereka menjadi penyebab konflik. Jika pendapat siswa tadi digeneralisasi, maka hasilnya adalah sebagai berikut:

1. Konflik terjadi karena adanya perbedaan pandangan pada setiap kelompok atau individu.
2. Konflik terjadi karena perbedaan SARA, sebagai akibat dari tidak adanya toleransi terhadap kemajemukan kondisi masyarakat.
3. Konflik bisa terjadi karena kesalahpahaman antarindividu dan antarkelompok.
4. Konflik terjadi bisa karena hal-hal kecil yang terdapat di dalam masyarakat sebagai akibat dari salah komunikasi atau faktor salah paham, sehingga dari hal kecil tadi memicu terjadinya konflik yang lebih besar.
5. Konflik terjadi karena peristiwa yang terjadi sehari-hari, sebagai akibat pola pandangan sosial yang berubah.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan mengenai hal-hal yang menjadi penyebab konflik di atas, saya mengamati bahwa siswa tampak lebih antusias untuk membahas penyebab konflik karena perbedaan SARA (poin nomor dua). Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari mereka pernah berada dalam situasi konflik sosial antaretnis yang terjadi di Sambas beberapa waktu yang lalu. Beberapa siswa yang terlibat dalam konflik sosial tersebut menceritakan pengalaman mereka. Dari cerita-cerita tersebut, tanpa disadari siswa mulai mengidentifikasi dampak atau akibat konflik bagi masyarakat. Menurut mereka, konflik ternyata membawa dampak yang sangat merugikan. Bahkan, mereka sudah sampai pada sebuah pemikiran yang menarik, bahwa konflik tidak akan membawa manfaat dan keuntungan. Konflik bisa mengakibatkan perubahan sosial yang lebih buruk dari sebelumnya.
Proses pembahasan terhadap tugas kelompok tidak hanya selesai setelah semua kelompok mendapatkan giliran maju ke depan. Menurut pengalaman saya, diskusi akan terus berkembang karena banyak pengalaman yang ingin diungkapkan oleh para siswa. Oleh karena itu, pada pertemuan berikutnya saya masih memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperkuat rumusan-rumusan kelompok dengan menggali pendapat para siswa lebih dalam. Pertanyaan utama yang saya lontarkan adalah ”apa yang menyebabkan mereka pernah terlibat konflik dengan orang lain?” Ternyata tujuh puluh persen siswa yang mengungkapkan pengalamannya mengatakan bahwa mereka terlibat dalam konflik karena salah paham. Proses penggalian pengalaman yang saya lakukan ini membuat mereka menjadi bersemangat untuk mengutarakan peristiwa yang pernah mereka alami, karena setiap orang pasti mempunyai pengalaman yang berbeda dengan yang lain.
Pada kesempatan berikutnya saya juga menerapkan metode diskusi pada saat membahas materi tentang ”bentuk-bentuk dan faktor pendorong integrasi.” Untuk mengatasi kejenuhan siswa dalam berdiskusi, saya menukar suasana diskusi yang biasanya hanya dilaksanakan di ruang kelas. Saya mengajak para siswa untuk berdiskusi di tempat lain di luar kelas (dalam lingkungan sekolah), yang membuat mereka bisa merasa lebih rileks. Suasana menjadi tidak terlalu monoton dan terkungkung oleh tembok-tembok kelas. Biasanya terlebih dahulu saya memberikan penawaran kepada siswa untuk mencari suasana baru di luar kelas. Tawaran ini disambut secara antusias oleh siswa karena mereka merasakan kejenuhan bilamana terus menerus berada di dalam kelas. Dilatarbelakangi ide tadi, sebagian besar siswa mengusulkan untuk berdiskusi di halaman sekolah yang luas. Mereka memilih berdiskusi di ”DPR”, istilah yang mereka gunakan sebagai singkatan dari Di bawah Pohon Rindang.
Modifikasi juga pernah saya lakukan terhadap bahan presentasi untuk diskusi kelas. Saya meminta siswa untuk mendokumentasikan pengetahuan dan informasi yang telah mereka peroleh di atas manila/karton (kertas yang agak tebal dan berukuran besar). Ada lima tema/materi yang akan dijadikan sebagai materi diskusi, yaitu: konflik, integrasi sosial, masyarakat multikultural, stratifikasi sosial, dan diferensiasi sosial. Tiap satu kelompok hanya menyiapkan satu materi saja. Materi-materi ini dibahas di semestar ganjil kelas XI IPS. Saya membebaskan siswa untuk berkreasi di atas kertas tersebut, yang penting apa yang mereka dokumentasikan mewakili atau berkaitan dengan materi yang sedang dibahas oleh kelompoknya..
Pada umumnya, setiap kelompok menyusun materi yang sedang dibahasnya di dalam sebuah diagram alur atau skema. Tapi media yang dipilih siswa untuk menjelaskannya berbeda-beda. Misalnya, dengan gambar-gambar karikatur, potongan kertas bewarna-warni, dan lain sebagainya. Tujuan saya memberikan penugasan ini kepada siswa adalah supaya mereka merasa lebih senang dalam mempelajari sesuatu. Apabila mereka telah selesai membuat bahan presentasi tersebut, baru kemudian didiskusikan bersama. Dalam memberikan penilaian terhadap tugas ini, saya mempertimbangkan kreativitas siswa sebagai salah satu poin yang penting yang dinilai, di samping penguasaan materi, kemampuan presentasi dan kemampuan menanggapi pertanyaan yang diajukan. Karena ini hanya merupakan tugas penunjang, evaluasi terhadap masing-masing materi tetap dilakukan dengan cara memberikan tes formatif.
Permasalahan dan Alternatif Solusi
Permasalahan umum yang sering muncul ketika saya ingin menerapkan metode diskusi dalam proses pembelajaran adalah ”bagaimana menimbulkan minat siswa yang cenderung pasif dan tidak mampu memfokuskan diri pada materi yang sedang dibahas atau dipresentasikan oleh temannya.” Berdasarkan pengamatan saya selama ini, siswa yang demikian akan cenderung mengalihkan perhatian mereka pada hal-hal lain yang menurutnya lebih menarik, daripada harus menyimak presentasi dan berdiskusi dengan teman-teman mereka. Menurut saya, permasalahan ini adalah sebuah tantangan yang memerlukan penyelesaian yang arif, tanpa harus membuat mereka terpaksa mengikuti diskusi atau pura-pura serius untuk menghindari teguran guru.
Ketika saya menghadapi kasus-kasus seperti ini, saya mencoba mensiasati agar siswa tidak merasa tertekan berada dalam suatu kondisi yang tidak mereka sukai. Oleh karena itu di dalam setiap diskusi para siswa membuat kesepakatan di antara mereka. Kesepakatan tersebut berkaitan dengan kelengkapan diskusi, dimana akan ditunjuk sejumlah orang yang memiliki peran khusus untuk menjaga kelancaran diskusi. Mereka bertugas sebagai moderator, notulis, dan komentator. Semua siswa yang tidak melakukan presentasi, menjadi moderator dan notulis, boleh mengambil peran sebagai komentator. Para komentator inilah yang akan memberikan komentar atau melakukan evaluasi terhadap kelompok yang sedang melakukan presentasi.
Dalam situasi tertentu, komentator ini bisa ditunjuk mendadak oleh guru atau teman yang sedang melakukan presentasi. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian siswa-siswa yang tidak berkonsentrasi pada materi yang sedang dibahas, supaya bisa kembali fokus pada materi. Sehingga terkadang ada siswa yang merasa terpaksa harus berkomentar karena ditunjuk secara mendadak. Pernah ada kejadian lucu ketika seorang komentator dadakan memberikan komentar yang tidak relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas. Istilah para siswa adalah tidak konek atau tidak nyambung. Ia akhirnya menjadi bahan tertawaan seisi kelas. Sebenarnya solusi ini tidak ditujukan untuk mempermalukan siswa di depan umum. Namun sebaliknya, supaya semua siswa dapat menghargai apa yang sedang dibicarakan dan disampaikan oleh teman-temannya. Ternyata setelah peristiwa itu siswa yang tidak konek atau tidak nyambung tadi terlihat lebih serius mengamati diskusi dan pembicaraan yang sedang berlangsung. Tentunya siswa-siswi seperti ini tidak mau mendapatkan gelar Miss Tulalit atau Mr. Tulalit dari teman-temannya, sebagai akibat ketidakpeduliannya itu.

Permasalahan yang juga sering ditemukan pada saat berdiskusi di luar kelas masih juga berkaitan dengan konsentrasi siswa yang mengikuti proses diskusi. Mereka kadang-kadang tidak mampu untuk fokus kepada materi yang sedang dibahas karena menyesuaikan diri dengan kondisi luar kelas. Oleh karena itu saya selalu memulai proses diskusi dengan kesepakatan. Apabila ide belajar di luar kelas telah disepakati bersama, mereka juga harus menyepakati bahwa dengan belajar di alam terbuka tidak akan membuyarkan konsentrasi mereka terhadap materi yang sedang dibahas bersama-sama.
Saya hanya ingin memberikan pencerahan kepada siswa, bahwa sekolah tidak berarti hanya belajar di dalam kelas saja. Di alam terbuka pun mereka dapat membahas dan mendiskusikan berbagai macam peristiwa dalam kehidupan sosial. Saya ingin menanamkan kepada para siswa, bahwa mempelajari materi-materi Sosiologi tidak hanya berpatokan pada buku literatur saja. Mereka harus mampu menjadikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sebagai materi pembelajaran Sosiologi yang sesungguhnya.

Menggali Pembelajaran Positif dari Penerapan Metode Diskusi
Metode diskusi terbukti mampu menumbuhkan berbagai sikap dan perilaku positif pada diri siswa, antara lain kemauan untuk saling menghargai pendapat dan berpartisipasi aktif. Dengan melakukan perubahan terhadap pola diskusi yang selama ini dilakukan, saya melihat keaktifan siswa semakin meningkat. Siswa yang tadinya pasif, pelan-pelan mulai membuka diri dan mau berpartisipasi dalam diskusi dengan mengungkapkan opini-opininya. Bagi siswa yang tadinya tidak serius atau tidak peduli dengan diskusi yang berlangsung di kelas, mungkin awalnya ada keterpaksaan untuk berbicara karena ditunjuk oleh guru atau teman lain untuk memberikan komentar dan sedikit khawatir jika komentarnya yang tidak sesuai dengan konteks pembicaraan. Tapi langkah permulaan yang positif ini bisa menjadi kesadaran awal akan pentingnya memberikan penghargaan terhadap pendapat teman-teman yang lain.
Dengan menerapkan metode diskusi dalam pembelajaran Sosiologi, menurut hemat saya juga akan menumbuhkan tanggung jawab pada diri siswa terhadap tugas yang diberikan. Karena dalam proses diskusi mereka dituntut untuk mampu menjawab berbagai pertanyaan dari teman-teman lain. Oleh karena itu, penguasaan dan pengembangan materi menjadi salah satu hal yang penting bagi mereka. Siswa-siswi yang tergabung di dalam satu kelompok yang sama juga harus bisa menjalin kerja sama, saling berbagi tugas dan percaya satu sama lain. Kesolidan kelompok itu akan menjadi motivasi baru bagi mereka untuk bisa tampil lebih baik dari kelompok yang lain. Kompetisi yang sehat antarkelompok ini akan mendorong mereka untuk mempersiapkan diri secara optimal, sehingga saya tidak menemui kesulitan pada saat meminta para siswa untuk menggali sumber belajar sebanyak mungkin dan membaca berbagai macam literatur pendukung yang akan memperkaya pengetahuan mereka ketika berdiskusi nanti.
Pergantian suasana belajar dengan berdiskusi di luar kelas/alam terbuka akan menghilangkan kesan terhadap proses belajar yang monoton. Kondisi di luar kelas bisa dijadikan sebagai inspirasi baru bagi mereka untuk menyerap berbagai informasi secara langsung. Siswa tidak lagi hanya berpatokan pada literatur yang sudah ada dan menerima informasi yang terdapat di dalam buku sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Dengan belajar di alam terbuka mereka mendapatkan kesempatan untuk memperhatikan gejala sosial yang ada di sekitar mereka, yang mungkin akan menarik untuk dijadikan bahan diskusi selanjutnya.

0 komentar on "MEMODIFIKASI METODE DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN PARTISPASI AKTIF SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN"

Posting Komentar

 

kampung anak Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez